Liputan6.com, Jakarta - Riuh suara ribuan bocah memenuhi GOR Djarum Jati, Kudus, Jawa Tengah. Sejak Senin (8/9/2025), tempat ini jadi panggung harapan menyusul digelarnya Audisi Umum PB Djarum 2025.
Ajang tersebut selalu dianggap sebagai gerbang emas menuju dunia bulu tangkis profesional. Di antara mereka yang menaruh harap, ada sosok Muhammad Rofiqi Abidin.
Bocah 12 tahun asal Lombok itu datang bersama sang ayah. Wajahnya berusaha tenang, meski tubuhnya jelas letih setelah menempuh perjalanan panjang: 23 jam kapal dari Pelabuhan Lembar ke Tanjung Perak, ditambah 6 jam lebih menumpang travel hingga tiba di Kudus.
Jalan ini dia tempuh sebagai opsi termurah di tengah keterbatasan ekonomi. Bahkan, Rofiqi dan ayahnya turut mendapat bantuan dari seorang rekan di pelabuhan yang rela memberi tumpangan gratis di kapal
“Kami naik kapal jam 4 sore. Sampai Tanjung Perak jam 3 sore (besoknya). Lanjut travel sampai Kudus jam 10 malam,” papar sang ayah, Zaenal Abidin, menceritakan perjalanan panjangnya mengantar Rofiqi ke gerbang PB Djarum.
Namun, jauh sebelum Rofiqi menginjakkan kaki di Kudus, kisahnya bermula dari sesuatu yang lebih sederhana: sebuah celengan kecil dan modal Rp200 ribu untuk raket pertama.
Muhammad Maslakil Akmal merupakan peserta terjauh yang mengikuti Audisi Umum Djarum Beasiswa Bulutangkis 2017.
Celengan Bocah, Raket Pertama
Mengilas balik terjunnya dia ke dunia tepok bulu, Rofiqi pertama kali jatuh hati di usia 10 tahun ketika melihat sepupunya bertanding di sebuah turnamen lokal. Sejak itu, dia menyusun tekad untuk punya raket sendiri.
Uang jajan untuk sekolah dia sisihkan sedikit demi sedikit ke dalam celengan. Butuh waktu hingga akhirnya Rofiqi mengumpulkan Rp200 ribu.
"Berawal dari kakak sepupu saya, saat dia pergi lomba, saya sering diajak bapak saya lihat (nonton) dia. Dari situ, saya tertarik sama bulu tangkis. Saya kumpulkan uang untuk beli raket seharga Rp200.000," ujar Rofiqi.
Ternyata, perjalanan panjangnya menabung masih belum cukup. Raket termurah di toko kala itu masih dibanderol seharga Rp350.000. Zaenal pun menambal kekurangannya, meski lagi-lagi situasi finansial tetap menyulitkan.
"Saya pergi ke toko raket, tapi ternyata paling murah raketnya Rp350.000. Jadi saya nombok," kata Zaenal.
Raket pertama itu kemudian jadi senjata utama Rofiqi, yang saban hari rajin berlatih di pinggir jalan bersama ayahnya.
Dari situlah bakatnya mulai terlihat. Dengan rezeki yang ada, Zaenal berhasil mewujudkan mimpi Rofiqi bergabung dengan klub bulu tangkis lokal Lombok Star.
Ekonomi, Air Mata, dan Restu
Masuk klub bukan akhir perjuangan. Selain faktor ekonomi yang membayangi, restu ibunya sempat tak kunjung datang.
Menurut Zaenal, istrinya enggan menyetujui keputusan Rofiqi bermain bulu tangkis sebab lebih ingin putra bungsunya mondok, mengikuti jejak sang kakak.
Di sisi lain, Zaenal masih ingat betul momen kelulusan SD anaknya yang menggelitik dia untuk membantu mencarikan restu. Kala itu, nama Rofiqi terpampang di layar dengan keterangan cita-cita 'menjadi pemain bulu tangkis dunia', yang sontak membuat air mata Zaenal menetes.
"Waktu di sekolah SD (acara kelulusan), tertulis (di layar) cita-cita anak saya, Muhammad Rofiqi Abidin, ingin menjadi pemain bulu tangkis dunia. Saya sempat meneteskan air mata sambil menunduk. (Saya bilang), ya Allah, anak saya sangat besar cita-citanya, sementara keberatan ekonomi juga ada," aku Zaenal.
Cemoohan Tak Patahkan Semangat
Zaenal mantap mendorong putranya mengejar mimpi, pertama-tama dengan ikut Audisi Umum PB Djarum. Semula, ada beberapa pihak yang meragukan sebab Rofiqi belum teruji di Lombok. Dia sering kalah di turnamen serta belum pernah naik podium,
"Kita memang sempat diremehkan. (Kata orang) kenapa pergi ke Djarum? Karena di Lombok saja tidak pernah naik podium" kata Zaenal.
Namun, Rofiqi tidak gentar. Sebaliknya, dia justru bekerja lebih giat. Dua bulan jelang audisi, dia berlatih keras: skipping 1.000 kali usai salat subuh, lari 4 kilometer menuju klub, hingga tambahan satu jam latihan main setiap hari.
"Dia ikut apa yang saya arahkan. Selesai salat subuh, dia skipping 1.000 sampai 1.500 kali, selepas itu berangkat sekolah," kata Zaenal lagi.
"Setiap hari dia latihan (main), satu jam selama dua bulan. Setiap pergi ke klub dia selalu lari sampai gedung," tambah sang ayah dengan wajah bangga.
Nekat Pinjam Uang, Demi Kudus
Hanya saja, semua persiapan tak berarti tanpa ongkos ke Kudus. Maka, dengan keberanian setara anaknya, Zaenal nekat meminjam Rp3.000.000 dari bank. Uang itu diirit seketat mungkin agar cukup untuk perjalanan dan biaya hidup selama audisi.
"Tiga juta itu kita pinjam dengan bayaran cicilan. Sampai sini kita irit-irit lah," tuturnya.
Di GOR Djarum Jati, Rofiqi akhirnya berdiri tegak di antara ribuan anak yang juga mengejar mimpi. Tak ada yang bisa menjamin dia akan lolos atau gagal.
Tapi satu hal yang pasti: perjalanan panjang ini menjadi bukti bahwa tekad sesederhana celengan Rp200.000 bisa menjadi awal langkah besa...