TEMPO.CO, Jakarta - Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komite Kota Bali menceritakan kronologi teror kepala babi busuk dalam sebuah rilis pers yang diterima Tempo pada Selasa, 10 Juni 2025. Sebelumnya dua aktivis AMP, Wemison Enembe dan Yuberthinus Gobay, menerima paket berisi bangkai kepala babi dan tanah yang dikirim ke tempat tinggal mereka di Denpasar, Bali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sekitar pukul 15.00 WITA, dua paket kardus berukuran sedang diantar oleh dua pengemudi ojek daring ke dua lokasi berbeda:
- Paket atas nama Wemison Enembe dikirim ke kontrakannya di Jalan Gang Welirang 1, Denpasar Barat.
- Paket atas nama Yuberthinus Gobay dikirim ke Asrama Papua (ASPURA) di Jalan Tukad Yeh Aya No. 52, Denpasar Selatan.
Kedua paket mencantumkan keterangan bahwa isinya adalah buku berjudul Papua Bergerak. Namun setelah dibuka oleh penghuni kontrakan, isinya ternyata bangkai kepala babi busuk, satu tulang, dan tanah hitam.
AMP melacak nomor pengirim dari masing-masing paket menggunakan aplikasi identifikasi kontak untuk mengetahui identitas pemilik nomor tersebut:
- Pengirim paket Wemison Enembe dilacak sebagai Made Budawan, dengan foto profil di WhatsApp dan Facebook menunjukkan atribut sebuah organisasi.
- Nomor pengirim paket Yuberthinus muncul sebagai akun bernama Vanawl Apparel.
Korban mengaku tidak mengenal kedua nomor tersebut, tidak pernah memesan buku, dan pengantar langsung pergi setelah menyerahkan paket tanpa menjelaskan lebih lanjut.
Keesokan harinya sekitar pukul 14.30 WITA, dua pria mendatangi kontrakan mahasiswa Papua di Gang Welirang. Menurut pengakuan AMP, salah satu berpakaian preman dengan tato di lengan dan leher, sementara satunya mengenakan kaos bertuliskan “polisi” namun tanpa seragam resmi.
Mereka mengaku dari Polresta dan mengajukan sejumlah pertanyaan, seperti:
- Bagaimana kronologi pengiriman kepala babi?
- Siapa yang merekam video dokumentasi?
- Siapa saja penghuni kontrakan?
- Dari daerah mana asal mahasiswa?
- Apakah Wemison Enembe tinggal di kontrakan tersebut?
Namun, para mahasiswa menolak menjawab karena mengaggap kehadiran dua orang tersebut intimidatif dan tidak menunjukkan surat tugas resmi.
AMP menutup siaran persnya dengan tuntutan kepada kepolisian untuk mengusut dan mengadili pelaku teror, serta menjamin keselamatan dan ruang aman bagi mahasiswa Papua di Bali.
“Maka dari itu, kami minta pihak kepolisian untuk segera usut tuntas pelaku teror dan intimidasi terhadap mahasiswa yang sedang berkuliah di Bali,” tulis AMP.
AMP menyebut tindakan ini sebagai teror yang disengaja dan terencana untuk melemahkan mental mahasiswa Papua yang kritis secara politik. Dalam rilisnya, AMP mengutip Pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan yang dapat dikenakan hukuman pidana.